A. Pendahuluan
Ilmu[1]
secara sederhana dapat didefinsikan sebagai pengetahuan yang telah teruji
kebenarannnya. Semua pernyataan ilmiah
adalah bersifat faktual, di mana konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan
mempergunakan pacaindra, maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu
pancaindra tersebut. Pengujian secara
empiris[2]
merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah[3]
yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya.[4] Kalau kita telah lebih dalam maka pegujian
merupakan suatu proses pengumpulan fakta yang relefan dengan hipotesis[5]
yang diajukan. Sekiranya hipotesis itu
didukung oleh fakta-fakta empiris maka pernyataan tersebut diterima atau
disahkan kebenarannya. Sebaliknya jika
hipotesis tersebut bertentangan dengan kenyataan maka hipotesis itu ditolak.[6]
Pengujian mengharuskan kita untuk
menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat
individual. Umpamanya jika kita ingin
mengetahui berepa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah tempat, maka
nilai tinggi-rata-rata anak yan dimaksudkan itu merupakan sepuah kelimpulan umum yang ditarik dalam
kasus-kasus anak umur 10 tahun di tempat itu.
Jadi dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika[7]
induktif. Di pihak lain maka penyusunan
hipotesis merupakan penarikan kesimpulan, sedangkan logika induktif berpaling
kepada statistik. Statistik merupakan
pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.[8]
Penarikan kesimpulan induktif[9]
pada hakekadnya berbeda dengan penarikan kesimpulan secara deduktif[10]. Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang
ditarik adalah benar sekiranya premis-premis yang dipergunakannya adalah benar
dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah. Sedangkan dalam penalaran[11]
induktif meskipun premis-premisnya[12]
adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah, maka kesimpulan
itu belum tentu benar. Yang dapat kita
katakan adalah, bahwa kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar.
Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menghitung
tingkat peluang ini dengan eksak.[13]
B. Awal Mula dan Perkembangan Statistika
Sekitar tahun 1654, seorang ahli
matematika amatir, Chevalier de Mere mengajukan beberapa permasalahan mengenai
judi semacam ini kepada seorang ahli matematika Prancis Blaise Pascal
(1623-1662), Mascal seorang yang jenius ahli di bidang matematika, dalam umur
16 tahun telah menghasilkan karya-karya ilmiah yang mengagumkan dan Descartes
(1596-1650) pernah dikatakan tidak percaya bahwa karya-karya tersebut
dihasilkan oleh anak semuda itu. Pascal
tertarik dengan permasalahan yang berlatar belakang teori ini dan kemudian
mengadakan korespondensi dengan ahli matematika Prancis lainnya, yaitu Pierre
de Fermat.[14]
Dikisahkan
bahwa Descartes ketika mempelajari hukum di Universitas Poitiers antara tahun
1612 sampai 1616 juga bergaul dengan teman-teman yang suka berjudi, namun
Descartes kebanyakan menang karena dia pandai menghitung peluang. Pendeta Thomas Bayes pada tahun 1763
mengembangkan teori peluang subyektif berdasarkan kepercayaan seseorang akan
terjadinya suatu keajaiban. Teori ini
berkembang menjadi cabang khusus dalam statistika sebagai pelengkap teori
peluang yang bersifat abyektif.[15]
Peluang yang merupakan dasar dari
teori statistika, merupakan konsep baru yang dikenal dalam pemikiran Yunani
Kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah
terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim, namun bukan dalam
ruang lingkup teori peluang. Begitu
dasar-dasar peluang ini dirumuskan, maka dengan cepat bidang telaahan ini
berkembang.[16]
Konsep statistika sering dikaitkan
dengan distribusi variable yang ditelah dalam suatu populasi tertentu. Abraham Demoivre (1667-1754) mengembangkan
teori galat atau kekeliruan (theory af error).
Pada tahun 1757 Thomas Simson menyimpulkan bahwa terdapat suatu
distribusi yang berlanjut (continuous distribution) dari suatu variable dalam
suatu frekuensi yang cukup banyak.
Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep Demoivre dan
Simson ini lebih lanjut dan dan menemukan distribusi normal, sebuah konsep yang
mungkin paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis statistika di
samping teori peluang. Distribusi lain,
yang tidak berupa kurva normal, kemudian ditemukan Francis Galton (1822-1911),
dan Karl Pearson (1857-1936).[17]
Teknik kuadrat terkecil (least
squares) simpangan baku dan galat baku untuk rata-rata (the standard error of
the mean) dikembangkan Karl Friedrich Gauss (1777-1855). Pearson melanjutkan konsep-konsep Galton dan
mengembangkan konsep rearesi, korelasi, distribusi chi kuadrat ananalis
statistika untuk data kualitatif di samping menulis buku The Grammar of Science,
sebuah karya klasik dalam filsafat ilmu.
William Searly Gosset yang terkenal dengan nama samaran Student
mengembangkan konsep tentang pengambilan contoh. Disain eksperimen dikembangkan oleh Ronald
Alylmer Fisher (1890-1962) di samping analisis varians dan kovarians,
distribusi, uji signifikan dan teori perkiraan (theory of estimation).[18]
Demikianlah, statistika yang relatif
sangat muda dibandingkan dengan matematika berkembang dengan sangat cepat
terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survai
maupun eksperimen dilakukan dengan cermat dan teliti mempergunakan
teknik-teknik statistika yang dikembangkan sesuai dengan keutuhan. Di Indonesia sendiri kegiatan yang sangat
meningkat dalam bidang penelitian, baik merupakan kegiatan akademik maupun
untuk pengambilan keputusan memberikan momentum yang baik untuk pendidikan
statistika.[19]
Pengajaran filsafat ilmu di beberapa perguruan tinggi, terutama pada
pendidikan pasca sarjana memberi landasan yang jelas tentang hakekat dan
peranan statistika. Dengan masyarakatnya
yang berpikir ilmiah, mungkin tidak terlalu berlebihan apa yang dikatakan oleh
H.G. Wells, bahwa suatu hari berpikir statistik akan merupakan keharusan bagi
manusia seperti juga pembaca dan penulis.
Asalkan ingat pada banyolan Alexandre Dumas (1824-1895): Awas-awas lho, semua generalisasi adalah
berbahaya, termasuk penyataan ini.[20]
C.
Pengertian Statistika
Istilah statistik[21], dalam bahasa Inggris ditulis statistic, sedangkan statistika, yang dalam bahasa Inggris ditulis statistics (dengan menambahkan huruf s),[22] yaitu dari suatu penelitian (research) maupun pengamatan (observasi) sering kita memperoleh sekumpulan informasi yang menjelaskan sesuatu masalah. Sebelum diperoleh informasi maka kita dapatkan bahan mentahnya yang sering disebut data. Dari data mentah (raw data) ini, kemudian kita melakukan analisis barulah dari hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan. Tentu saja di dalam proses penarikan kesimpulan ini, perlu diperhatikan bagaimana proses pengumpulan data, proses pengolahannya, dan sebagainya. Agar kesimpulan yang ditarik itu benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Ini semua ternyata merupakan pengetahuan tersendiri yang dinamakan statistika.[23]
E. Fungsi Statistika dalam Metode Keilmuan
DAFTAR PUSTAKA
Istilah statistik[21], dalam bahasa Inggris ditulis statistic, sedangkan statistika, yang dalam bahasa Inggris ditulis statistics (dengan menambahkan huruf s),[22] yaitu dari suatu penelitian (research) maupun pengamatan (observasi) sering kita memperoleh sekumpulan informasi yang menjelaskan sesuatu masalah. Sebelum diperoleh informasi maka kita dapatkan bahan mentahnya yang sering disebut data. Dari data mentah (raw data) ini, kemudian kita melakukan analisis barulah dari hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan. Tentu saja di dalam proses penarikan kesimpulan ini, perlu diperhatikan bagaimana proses pengumpulan data, proses pengolahannya, dan sebagainya. Agar kesimpulan yang ditarik itu benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Ini semua ternyata merupakan pengetahuan tersendiri yang dinamakan statistika.[23]
E. Fungsi Statistika dalam Metode Keilmuan
DAFTAR PUSTAKA
Dengan
demikian statistika adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara
pengumpulan data, pengolahan serta penganalisisannya, penarikan kesimpulan
serta pembuatan keputusan yang cukup beralasan berdasarkan fakta yang ada.[24]
Ada
dua jalan yang ditempuh untuk mempelajari statistika, yaitu statistika teoritis
yang berubungan dengan penurunan
sifat-sifat, dalil-dalil, rumus-rumus, menciptakan model-model dan lain
sebagainya yang berkaitan erat dengan
segi teorinya. Untuk mempelajari teori
statistika sangat dibutuhkan landasan matematika yang mendalam. Jalan lain adalah mempelajari statistika dari
segi penerapannya, di sini tidak dipersoalkan lagi bagaimana rumus-rumus itu
diturunkan, tetapi yang lebih ditekankan
adalah bagaimana cara-cara rumus itu diterapkan. Singkatnya statistika terapan mempelajari
bagaimana metode statistika diterapkan,
walaupun tentu saja pengetahuan tentang teori statistika sama sekali tidak
diabaikan hanya saja pengetahuan tentang teori statistika tidak perlu
dipelajari secara mendalam.[25]
Penulis
sependapat dengan apa yang telah dikemukakan oleh Jujun S. Suriasumantri
perihal pengertian statistika, bahwasanya statistik dan statistika itu bermakna
sinonim, karena statistik juga disebut statistika. Hal tersebut disebabkan
karena statistik dalam bidang medode ilmiah membutuhkan atau melanjutkan kajian
statistika. Dengan kata lain, jika
statistika digunakan sebagai alat analisis data kualitatif,[26]
maka terlebih dahulu data kualitatif tersebut dirubah menjadi data kuantitatif[27].
D. Statistika dan Tahap-tahap Metode Keilmuan
Menurut
Jujun Suriasumantri, statistika bukan merupakan sekumpulan pengetahuan mengenai
obyek tertentu, melainkan merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh
pengetahuan. Adapun langkah-langkah
yang lazim dipergunakan dalam kegiatan keilmuan yang dapat diperinci sebagai
berikut :[28]
1.
Obserfasi. Ilmuan melakukan observasi
yang mengenai apa yang terjadi, dia mengumpulkan dan mempelajari fakta yang
berhubungan dengan masalah yang sedang diselidikinya, untuk mencari data.[29]
2.
Hipotesis. Untuk menerangkan fakta yang diobserfasi, dia
merumuskan dugaannya dalam sebuah hipotesis, atau teori yang mengambarkan
sebuah pola, yang menurut anggapannya, ditemukan dalam data tersebut.
3.
Ramalan.
Dari hipotesis atau teori, maka dikembangkan deduksi. Deduksi ini, jika teori yang dikemukakan itu
memenuhi syarat akan merupakan suatu pengetahuan baru, yang belum diketahui
sebelumnya secara empiris, tetapi dideduksikan dari teori. Nilai dari suatu teori tergantung dari
kemampuannya untuk menghasilkan pengetahuan baru tersebut. Fakta baru ini disebut ramalan, bukan dalam
pengertian menujum hari depan, namun menduga apa yang akan terjadi berdasarkan
syarat-syarat tertentu.
4.
Pengujian kebenaran. Ilmuwan lalu mengumpulkan fakta untuk menguji
kebenaran ramalan yang dikembangkan dari teori.
Mulai dari tahab ini, maka keseluruhan tahap-tahap sebelumnya berulang
seperti sebuah siklus.
Menurut hemat
penulis, langkah yang paling menentukaan kebenaran kesimpulan terletak pada
observasi, karena observasi merupakan langkah pencarian data. Jika dalam langkah ini seseorang tidak tepat
atau kurang bahkan sembrono dalam mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
diambil akan jauh dari kebenaran. Oleh
karena itu, observasi merupakan langkah yang harus selalu diperhatikan. Sebelum kita beranjak mengakhiri observasi,
seseorang harus selalu bertanya, “Sudah benarkah data ini”.
Statistika memiliki peranan penting
dan berguna sekali dalam metode keilmuan, hal itu bisa terwujud apabila sesuai
dengan langkah-langkah dan tahapan-tahapan yang telah dirumuskan, sebagaimana
telah diterangkan dengan di atas.
Statistika pada tahap pertama yaitu
observasi, dengan statistika dapat menyarankan mengenai apa yang harus
diobservasi untuk menarik manfaat yang maksimal serta bagaimana carabya
menafsirkan hasil observasi tersebut.[30]
Selanjutnya, statistika pada tahap
kedua, menolong dalam mengklasifikasikan, mengikhtisarkan dan menyajikan hasil
observasi dalam bentuk yang dapat difahami dan memudahkan kita dalam
mengembangkan hipotesis.[31]
Kemudian, pada tahab ketiga dan
keempat dari metode keilmuan, sebuah hipotesis dianggap telah teruji
kebenarannya jika ramalan yang dihasilkan didukung oleh fakta.[32]
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama,
2002, cet. ke-3
Beerling, Dkk., Inleiding tot de Wetenschapsleer; Terjemah,
Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 1997, cet. ke-4
Gaspersz, Vincent,
Statistika,
Bandung: CV. Armindo, 1989,
cet. ke-1
Suriasumantri, Jujun S.,
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2000, cet. ke-13
Suriasumantri, Jujun, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia,
2001), cet. ke-2
Sudarto, Metodologi
Penelitian filsafat,
Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1997, cet. ke2
Sudijiono, Anas, Statistik Pendidikan, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004, cet. ke-14
Sudjana, Metode
Statistika untuk Ilmu-ilmu sosial,
Jakarta: Gramedia, 1996, t.cet
Salim, Peter, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, Jakarta:
Modern English Pres, 1996, t.cet.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1998, cet. ke-6,
[1]
Ilmu dalam bahasa Inggris disebut scince, bahasa latin disebut scientia
(pengetahuan) atau scive (mengetahui).
Ilmu secara umum menandakan suatu hal tertentu. Dalam arti sempit, pengetahuan bersifat
pasti. Ilmu menandakan seluruh kesatuan
ide yang mengacu ke obyek (atau alam obyek) yang sama dan saling berkaitan
secara logis. Lihat; Lorens Bagus,
Kamus Filsafat,
(Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2002), cet. ke-3,
h.307; Lihat; Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, (Jakarta:
Modern English Pres, 1996), t.cet.,
h. 1724
[2]
Empiris dalam bahasa Inggris disebut empiric, dalam bahasa Yunani
disebut emperia, empeiros, menurut bahasa Latin experiential,
yang kesemuanya berarti pengalaman. Jadi
empiris adalah pengetahuan yang berdasarkan pengalaman praktis. Lihat;
Peter Salim, op. cit., h. 598;
Lihat; Lorens Bagus, op. cit., h. 197
[3]
Menurut bahasa Inggris method, Latin methodus, Yunani, methodos-meta
(sesudah di atas) hodos (suatu jalan, suatu cara). Sedangkan pengertian medode ilmiah adalah,
merupakan system konseptual yang bersifat empiris, eksperimen,
logikomatematis. System ini mengatur dan
mengaitkan fakta-fakta dalam suatu struktur teori-teori dan inferensi
(penyimpulan), juga merupakan istilah kolektif yang menunjukkan bermacam-macam
proses dan langkah-langkah yang dilalui berbagai macam ilmu dalam
perkembangannya. Dan metode itu harus
sesuai prosedur. Lebih lanjut
lihat; Lorens Bagus, op. cit., h. 635-650;
Lihat, Jujun S. Suriasumantri, Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer,
(Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2000), cet. ke-13,
h. 119; Lihat, Lorens Bagus, op. cit., h. 1167
[4]
Beerling, Dkk., Inleiding tot de Wetenschapsleer; Terjemah,
(Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 1997), cet. ke-4,
H. 27
[5] Hipotesis
berasal dari bahasa Yunani, yaitu hypo (di bawah) dan thihenai
(meletakkan). Jadi fondasi atau
pengadaan. Istilah ini sering dipakai
untuk menunjukkan sebuah penjelasan sementara yang tergantung pada derajat
konfirmasinya, kelak dapat diterima sebagai sebuah teori atau hokum yang
diterima. Plato menjadikan hipotesis
sebagai tangga kebenaran, Aristoteles mengganggap hipotesis sebagai pernyataan
yang dapat dibuktikan dengan demontrasi tanpa bukti, tetapi diterima dan
digunakan, Descartes menganngap sebagai pernyataan yang tidak diketahui benar
atau salah, tetapi titik tolak yang bagus untuk mendeduksikan kesimpulan, Latze
menganggap hipotesis sebagai pengisi lubang lagis antara dalil-dalil niscaya
danpengalaman, dan masih banyak lagi pendapat-pendapat yang lain. Akan tetapi hipotesis dulu digunakan sebagai
sebuah pernyatan jika-maka. Dalam
arti sempit hipotesis dimaksudkan penalaran dengan bentuk “jika p maka Q, jika
Q maka r, jika p maka r. dalam arti
luas, dengan silogisme hipotesis dimaksudkan bentuk penalaran mana saja, yang
premis mayornya majemuk, dan premis minornya menganfirmasi atau menegasi
(menolak) salah satu bagiannya.
Lihat; Lorens Bagus, op. cit., h. 292
[6]
Jujun S. Suriasumantri, op. cit., h. 215
[7]
Logika menurut bahasa Inggris disebut logic, Latin logica, Yunani
logike atau lagikos (apa yang termasuk ucapan yang dapat
dimengerti atau akal budi yang berfungsi baik, teratur, sistematis, dapat
dimengerti) istilah ini pertama kali
digunakan oleh Alexander dari Aphrodisios pada abad ke 2 M. Lihat;
Lorens Bagus, op. cit., h. 519;
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1998), cet. ke-6,
h. 25; Lorens Bagus, op. cit., h. 1094
[8]
Jujun S. Suriasumantri, op. cit., h. 216
[9]
Induktif merupakan perubahan kata dari kata induksi. Menurut bahasa Inggris induction, dari
bahasa latin in (di dalam, ke dalam) dan ducere (mengantar). Diterjemahkan pertama kali ke dalam basa
latin oleh Cicero dari istilah Aristoteles epagage. Yang memiliki arti penalaran yang berangkat
dari hal-hal yang individual ke hal-hal yang universal. Lihat; Lorens Bagus,
op. cit., h.
341; Lihat, Sudarto,
Metodologi Penelitian filsafat, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada,
1997), cet. ke2, h. 43;
Lorens Bagus, op. cit., h. 958
[10]
Deduktif juga merupakan perubahan kata
dari kata deduksi, menurut bahasa Inggris deduction, dari bahasa latin de
(dari) dan ducere (mengantar), yang berarti, penalaran yang berangkat
dari hal-hal yang bersifat universal ke hal-hal yang bersifat individual.
Lihat; Lorens Bagus op. cit., h. 149;
Lihat, Sudarto, op. cit., h. 43;
Lorens Bagus, op. cit., h. 487
[11]
Dalam bahasa Inggris disebut reasoning, Latin ratiscinium. Ada beberapa pengertian logika, di
antaranya: (1) Proses menarik kelimpulan
dari pernyataan-pernyataan. (2) Pola
pemikiran abstrak dalam memecahkan masalah atau tindakan perencanaan. (3) Kemampuan untuk mengetahui beberapa hal
tanpa bantuan langsung persepsi inderawi atau pengalaman langsung. Jadi penalaran adalah suatu jenis kegiatan yang
dapat dibedakan dengan jenis lainnya, seperti mimpi, imajinasi, membayangkan
dan lain sebagainya. Penalaran sendiri
ada beberapa bentuk, diantaranya:
Penalaran Diskursif, yaitu, proses penalaran yang bergerak dari
premis-premis menuju sebuah kesimpulan. Selanjutnya, penalaran analogis,
yaitu berargumentasi dengan
membandingkan kesamaan dan perbedaan antara dua hal. ;
Lorens Bagus, op. cit., h.794;
Lorens Bagus, op. cit., h. 1590
[12]
Kata premis dalam bahasa Inggris disebut premise, Latin praemisus
dari praemittere (mengirim dulu atau mengatakan dulu) Pengertian secara
umum yaitu, (1) Suatu pernyataan yang pada kenyataannya benar atau yang
diandaikan benar, yang digunakan untuk suatu kesimpulan. (2) Salah satu dari dua pernyataan yang dalam
silogisme mengikuti bentuk kategoris standar yang memungkinkan tercapainya
suatu kesimpulan. (3) Suatu pernyataan
yang bertindak sebagai dasar bagi suatu argumen atau kesimpulan. Lorens Bagus,
op. cit., h.
288; Lorens Bagus, op. cit., h. 1476
[13]
Jujun S. Suriasumantri, op. cit., h. 217
[14] Ibid., h. 213
[15] Ibid.
[16]
Ibid.
[17]
Ibid.
[18] Ibid., h. 215
[19] Ibid.
[20] Ibid.
[21] Dalam kamus bahasa Inggris akan kita jumpai kata statistics
dan kata statistic. Kata statistics
artinya ilmu statistik, sedangkan kata statistic diartikan ukuran yang
diperoleh atau berasal dari sample, yaitu sebagai lawan kata dari kata
parameter yang berarti ukuran yang diperoleh atau berasal dari populasi.
Ditinjau dari segi terminologi,
dewasa ini (apabila kita membaca atau mendengar) istilah statistik, maka dalam
istilah statistik itu dapat terkandung berbagai macam pengertian.
Pertama, istilah statistik
kadang diberi pengertia sebagai data statistik, yaitu kumpulan bahan keterangan
yang berupa angka atau bilangan, atau degan istilah lain, statistik adalah
deretan atau kumpulan angka yang menunjukkan keteranan mengenai cabang kegiatan
hidup tertentu. Termasuk dalam pengertian ini misalnya, statistik penduduk,
statistik pertanian, statistik perdagangan, statstik pendidikan, statitik
keagamaan, dan sebagainya. Dalam istilah
statistik penduduk misalnya, terkadang pengertian kumpulan bahan keterangan
yang berwujud angka yang berhubungan dengan bidang kependudukan (angka
kelahiran, angka perkawinan, angka kematian, angka perpindahan penduduk dan
lain-lain). Dalam istilah statistik terkadang
pengertian kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka, yang berkaitan dengan
kegiatan di bidang pendidikan (proses belajar mengajar) misalnya kumpulan bahan
keterangan mengenai jumlah siswa (dijinjau dari tingkat kelasnya, dijinjau dari
segi jenis kelaminnya, ditinjau dari segi status sosial orang tuanya, ditinjau
dari segi agama yang dianutnya, dan lain-lain), kumpulan bahan keterangan
mengenai hasil belajar yang dicapai oleh anak didik, misalnya kumpulan nilai
tes formatif, kumpulan nilai hasil tes sumatif, dan lain-lain.
Dengan demikian istilah
statistik dengan pengertian sebagai data kuantitatif (yang juga disebut data
statistik), adalah data angka yang dapt memberikan gambaran mengenai keadaan
peristiwa atau kejala tertentu.
Kedua,
istilah statistik sering diberi pengertian sebagai penstatistikan atau kegiatan
perstatistikan atau kegiatan undang-undang tentang statistik (lihat
undang-undang No. 7 tahun 1960), kegiatan statistik mencakup 4 hal, yaitu: (1)
pengumpulan data (data collecting atau collectian of data), (2) penyusunan data
(summarizing), (3) pengumumam dan pelaporan data (tabulation and report), dan
(4) analisis data(data analizing an analysis of data). Sebenarnya keempat macam kegiatan di atas
dapat kita ringkas menjadi tiga macam saja, yaitu (1) pengumpulan data, (2)
menyajian data, (3) penganalisisan data.
Sehubungan dengan pengertian
yang kedua dari istilah statistik itu, maka dalam istilah Biro Pusat Statistik
misalnya, terkadang pengertian sebuah biro (istilah untuk salah satu jenis
satuan kerja)pada tingkat pusat, mempunyai kegiatan pokok dalam bidang
pengumpulan data, penyajian data, dan mpenganalisisan data (dalam hal ini
adalah data angka atau data statistik).
Ketiga, dengan istilah statistik
kadang-kadang juga dimaksudkan atau dikandung pengertian sebagai metode
statistik, yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka
mengumpulkan, menyusun atau mengatur, menyajikan, menganalisis, dan memberikan
interprestasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka sedemikian
rupa sehingga kumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat berbicara
atau dapat memberikan pengertian dan makna tertentu.
Keempat, istialah statistik dewasa ini juga dapat
diberi pengertian sebagai ilmu statistik.
Ilmu statistik tidak lain adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan
mengembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan statistik. Dengan ungkapan lain, ilmu statistik adalah
ilmu pengetahuan yang membahas (mempelajari) dan mengembangkan prinsip-prinsip,
metode dan prosedur yang perlu ditempuh atai dipergunakan dalam rangka (1)
penumpulan data angka, (2) penyusunan atau pengaturan data angka, (3) penyajian
atau penggambaran atau pelukisan data
angka, (4) penganalisisan terhadap data angka, (5) penarikan kesimpulan
(conclusion), pembuatan perkiraan estimation), serta penyusunan ramalan
(prediction) secara ilmiah (dalam hal ini secara matematik) atas dasar kumpulan
data angka tersebut.
Berdasarkan tingkat pekerjaannya (tahapan yang ada
dalam kegiatan statistik), statistik sebagai ilmu pengetahuan dapat dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu (1) Statistik Deskriptif dan (2) Statistik
Inferensial
Statistik Deskriptif yang
lazim dikenal pula dengan istilah statistik deduktif, statistik sederhana, dan
descriptive statistik, adalah statistik yang tingkat pekerjaannya mencakup
cara-cara menghimpun, menusun atau mengatur, mengolah, menyajikan, dan
menganalisis data angka, agar dapat memberikan gambaran yang teratur, ringkas,
dan jelas mengenai suatu gejala, peristiwa atau keadaan. Dengan kata lain, statistik deskriptif adalah
statistik yang mempunyai tugas mengorganisasi dan menganalisis data angka, agar
dapat memberikan gambaran secara teratur, ringkas, dan jelas, mengenai sesuatu
gejala, peristiwa atau keadaan, sehingga dapat ditarik pengertian atau makna
tertentu.
Statistik Inferensial,
yang lazim dikenal pula dengan istilah statistik induktif, statistik lanjut,
statistik mendalam atau Inferensial statistics, adalah statistik yang
menyediakan aturan atau cara yang dapat dipergunakan sebagai alat dalam rangka
mencoba menarik kesimpulan yang bersifat umum, dan sekumpulan data yang telah
disusun dan diolah. Kecualai itu,
statistik inferensial juga menyediakan aturan tertentu dalam rangka penarikan
kesimpulan (conclusion), penyususnan atau pembuatan ramalan (prediction),
penaksiran (estimation) dan sebagainya.
Dengan demikian statistik inferensial sifatnya lebih mendalam dan
merupakan tindak lanjut dari statistik deskriptif. Statistik deskriptif pada dasarnya merupakan
fundamen dari ilmu statistik secara keselurhan, ia merupakan dasar dan tulang
punggng dari seluruh struktur ilmu statistik.
Karena itu untuk dapat mempelajari atau memahami statistik inferensial.
Seseorang harus lebih dahulu mempelajari statistik deskriptif.
Pada dasarnya statistik sebagai ilmu pengetahuan
memiliki tiga ciri khusus, yaitu :
1. Statistik selalu bekerja dengan angka
atau bilangan (dalam hal ini adalah data kuantitatif). Dengan kata lain untuk dpat melaksanakan
tugasnya statistik memerlikan bahan keterangan yang sifatnya kuantitatif. Sehubungan dengan itu, jika statistik
dikehendaki untuk dipergunakan sebagai alat analisis bagi data kualitatif
(yaitu bahan keterangan yang tidak terwujut angka atau bilangan), maka terlebih
dahulu data kualitatif tersebut harus diubah atau dikonversikan menjadi data
kuantitatif. Proses pengubahan data
kualitatif mendaji data kuantitatif itu dikenal dengan istilah proses
kuantifikasi. Contoh: Pandai, cukup dan
kurang merupakan bahan keterangan yang bersifat kuantitatif mengenai prestasi
belajar siswi. Untuk dianalisis secara
statisti, data kualitatif tersebut harus dikonvermasi secara statistik, data
kualitatif tersebut harus dikonvermasi menjadi data kuantitatif. Misalnya, yang
disebut siswa pandai adalah mereka yang nilainya 80-100, cukup 60-79, krang
30-59, gagal 0-29. Atau siswa yang
pandai 5 orang, cukup 30 orang, kurang 3 orang dan seterusnya.
2. Statistik bersifat objektif. Ini mengandung pengertian bahwa statistik
selalu bekerja menurut objeknya, atau bekerja menurut apa aanya. Kesimpulan yang dihasilkan dan ramalan yang
dikemukakan oleh statistik sebagai ilmu pengetahuan semata-mata didasarkan data
angka yang dihadapi dan diolah, dan bukan didasarkan pada subjektivitas atau
pengaruh luar lainnya. Itulah sebabnya
mengapa statistik sering dikatakan sebagai alat penilai kenyataan.
3. Statistik bersifat universal. Ini mengandung pengertian bahwa ruang lingkup
atau ruang gerak dan bidang garapan statistik tidaklah sempit. Statistik dapat digunakan dalam pada hampir
semua cabang kegiatan hidup manusia.
Dapat disebutkan di sini misalnya, dalam bidang perekonomian dikenal
adanya statistik perdagangan, statistik pertanian dan sebagainya. dalam bidang kependudukan kita kenal adanya
statistik kelahiran, statistik nikah, talak, cerai dan rujuk, statistik
kematian, dan sebagainya. Demikian pula
kita mengenal adanya statistik kriminalitas, statistik kecelakaan lalu lintas,
statistik psikologi dan pendidikan, dan sebagainya. Lihat,
Anas Sudijiono, Statistik Pendidikan, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada,
2004), cet. ke-14, h. 1-6
[22]Statistika
merupakan sekumpulan metode untuk
membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan tertentu. Bagi orang awam perkataan statistika biasanya
membawa konotasi yang samar, bahkan sering sekali sesuatu yang tidak enak,
tentang angka-angka. Pengertian
statistik juga merupakan bidang keilmuan yang disebut statistika. Lihat, Jujun Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia,
2001), cet. ke-2, h. 201
[23]
Vincent Gaspersz, Statistika, (Bandung:
CV. Armindo, 1989), cet. ke-1,
h. 19
[24]Ibid., h. 20
[25] Ibid.,
h. 19
[26]
Kualitatif dalam bahasa Inggris disebut qualitative (berkenaan dengan
mutu) atau penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Lorens Bagus,
op. cit., h.
1550; Lebih lanjut lihat, Sudarto,
op. cit., h.
62-76. Selanjutnya lihat pada footnote
nomor 22
[27]
Kuantitatif dalam bahasa Inggris disebut quantitative (berkenaan dengan
jumlah,ukuran) atau pemeriksaan atau penelitian yang dilakukan untuk menentukan
mutu informasi yang berhubungan dengan suatu keputusan dan untuk menentukan
pemecahan yang matematis atas keputusan itu.
Lorens Bagus, op. cit., h. 1551;
Lebih lanjut lihat, Sudarto, op. cit., h. 76-82.
Selanjutnya lihat pada footnote nomor 22
[28]
Jujun Suriasumantri, Ilmu Dalam
Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001),
cet. ke-2, h. 203-204
[29] Data adalah keterangan yang dapat memberikan gambaran
tentang sesuatu keadaan atau masalah.
Pada dasarnya setiap kali kita akan membuat keputusan, kita selalu
memerlukan keterangan atau data.menejer atau derektur suatu perusahaan baik
swasta atau negeri, juga memerlukan data mengenai perusahaannya guna dijadikan
landasan yang obyektif di dalam mengembangkan perusahaan yang dipimpinnya. Data yang diperlukan misalnya data personel,
data peralatan, data produksi, data keuangan dan sebaginya. Data yang diperlukn haruslah data yang benar,
karena hal ini sangat menentukan keputusan yang akan diambil. Data yang salah apabila digunakan untuk
membuat keputusan akan menghasilkan keputusan yang tidak tepat, dengan kata
lain data yang salah akan menyesatkan.
Agar tidak terjadi kesalahan
yang mengakibatkan kerugian besar, maka data yang baik harus memenuhi
persyaratan berikut :
1.
Data
harus obyektif, artinya sesuai dengan kenyataannya.
2. Data harus dapat menggambarkan
keseluruhan persoalan (comprehensive),
dalam hal ini apabila data tersebut diperoleh berdasarkan penelitian contoh,
maka contoh tersebut harus dapat mewakili (representative)
3. Data yang digunakan sebagai perkiraan
parameter harus mempunai galat baku (stndard error) yang kecil.
4. Data harus tepat waktu (up to date),
misalnya data jangan terlalu ketinggalan jauh sebab kejadian-kejadian itu cepat
sekali mengalami perubahan berhubungan dengan perkembangan waktu dan teknologi.
5. Data harus ada hubungan dengan persoalan
yang akan dipecahkan, dengan kata lain data harus relevan dengan masalah yang
dihadapi. Misalnya jika masalah yang ingin
diketahui, mengapa hasil penjualan barang menurun, maka data yang dianggap
relevan untuk dikumpulkan adalah mungkin mutu barang, daya beli, saingan dari
barang impor atau barang lain yang sejenis, harga barang itu, biaya advertensi
yang berkurang, dan lain sebagainya.
Data dapat dibagi antara lain :
1. Menurut sifatnya
a. Data kualitatif, data ini tidak berbentuk angka. Misalnya penjualan merosot, produksi
meningkat, mutu barang itu baik, para karyawan resah, pasaran tekstil sepi,
harga daging mahal, rakyat negara itu makmue, dan lain sebagainya. Yang kesemuanya tidak dinyatakan dalam angka.
b. Data kuantitatif, yaitu data yang
berbentuk angka. Misalnyamisalnya
produksi beras kita tahun ini mencapai 25 juta ton, produksi minyak naik 10 %, karyawan resah hanya 5 %,
pendapatan perkapita negara lalu mencapai 19 trilyun, dan sebagainya. Yang kesemuanya itu dinyatakan dalam angka.
2. Menurut sumbernya
a. Data internal, ialah data yang menggambarkan keadaan dalam suatu
organisasi (misalnya suatu perusahaan, departemen, negara). Data internal suatu perusahaan meliputi data
tenaga kerja, data keuangan, data peralatan, data kebutuhan bahan mentah, data
produksi, data hasil penjualan, dan lain-lain.
Data internal departemen meliputi data kepegawaian, data peralatan, data
keuangan dan lain sebagainya. Data
internal suatu negara meliputi data penduduk, data pendapatan nasional, data
investasi, dan lain-lain. Pada dasarnya
data internal meliputi data input output suatu organisasi, sebab suatu
organisasi yang dibentuk pasti bertujuan untuk menghasilkan produksi barang
atau jasa (output). Pimpinan suatu
organisasi harus mampu mengelola input secara efisien dan efektif untuk
mencapai output yang optimum.
b. Data eksternal, yaitu data yang menggambarkan di luar organisasi. Kehidupan
suatu perusahaan misalnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal baik dari
dalam maupun dari luar perusahaan tersebut.
Data yang menggambarkan faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi
kehidupan perusahaan antara lain daya beli masyarakat, selera masyarakat,
saingan dari barang sejenis baik impor maupun produk domestik, perkembangan
harga, dan keadaan perekonomian pada umumnya.
Juga kehidupan suatu negara tersebut seperti krisis moneter, krisis
enerji, dan lain sebagainya.
Baik data internal maupun eksternal dapat berupa data
primer atau sukender. Data primer ialah
data yang dikumpulkan atau diperoleh langsung dari obyeknya, sedangkan data
sukender diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, misalnya berupa
publikasi-publikasi.
Kemudian, menurut waktu pengumpulannya, ada dua macam
yaitu: Pertama data seksi silang (cross
section) ialah data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu untuk
menggambarkan keadaan pada waktu tersebut.
Kedua, data deret waktu (time series) ialah data yang dikumpulkan dari
waktu ke waktu untuk menggambarkan pertumbuhan atau perkembangan. Lihat, Vincent Gaspersz, op, cit., h. 20-24;
Lihat, Sudjana, Metode
Statistika untuk Ilmu-ilmu sosial,
(Jakarta: Gramedia, 1996), t.cet,
h. 18-21
[30]
Jujun Suriasumantri, Ilmu Dalam
Perspektif, op.cit., h. 205
[31] Ibid.
[32]Ibid., h. 206
No comments:
Post a Comment
Setiap Mencopy artikel mohon meninggalkan pesan yang membagun