8 Feb 2016

STATISTIKA (Kajian Filsafat Ilmu)


A.  Pendahuluan
         Ilmu[1] secara sederhana dapat didefinsikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannnya.  Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, di mana konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pacaindra, maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu pancaindra tersebut.  Pengujian secara empiris[2] merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah[3] yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya.[4]  Kalau kita telah lebih dalam maka pegujian merupakan suatu proses pengumpulan fakta yang relefan dengan hipotesis[5] yang diajukan.  Sekiranya hipotesis itu didukung oleh fakta-fakta empiris maka pernyataan tersebut diterima atau disahkan kebenarannya.  Sebaliknya jika hipotesis tersebut bertentangan dengan kenyataan maka hipotesis itu ditolak.[6]
            Pengujian mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual.  Umpamanya jika kita ingin mengetahui berepa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah tempat, maka nilai tinggi-rata-rata anak yan dimaksudkan itu merupakan  sepuah kelimpulan umum yang ditarik dalam kasus-kasus anak umur 10 tahun di tempat itu.  Jadi dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika[7] induktif.  Di pihak lain maka penyusunan hipotesis merupakan penarikan kesimpulan, sedangkan logika induktif berpaling kepada statistik.  Statistik merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.[8]
            Penarikan kesimpulan induktif[9] pada hakekadnya berbeda dengan penarikan kesimpulan secara deduktif[10].  Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik adalah benar sekiranya premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah.  Sedangkan dalam penalaran[11] induktif meskipun premis-premisnya[12] adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah, maka kesimpulan itu belum tentu benar.  Yang dapat kita katakan adalah, bahwa kesimpulan itu mempunyai peluang  untuk benar.  Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menghitung tingkat peluang ini dengan eksak.[13]  

B.  Awal Mula dan Perkembangan Statistika
            Sekitar tahun 1654, seorang ahli matematika amatir, Chevalier de Mere mengajukan beberapa permasalahan mengenai judi semacam ini kepada seorang ahli matematika Prancis Blaise Pascal (1623-1662), Mascal seorang yang jenius ahli di bidang matematika, dalam umur 16 tahun telah menghasilkan karya-karya ilmiah yang mengagumkan dan Descartes (1596-1650) pernah dikatakan tidak percaya bahwa karya-karya tersebut dihasilkan oleh anak semuda itu.  Pascal tertarik dengan permasalahan yang berlatar belakang teori ini dan kemudian mengadakan korespondensi dengan ahli matematika Prancis lainnya, yaitu Pierre de Fermat.[14]
            Dikisahkan bahwa Descartes ketika mempelajari hukum di Universitas Poitiers antara tahun 1612 sampai 1616 juga bergaul dengan teman-teman yang suka berjudi, namun Descartes kebanyakan menang karena dia pandai menghitung peluang.  Pendeta Thomas Bayes pada tahun 1763 mengembangkan teori peluang subyektif berdasarkan kepercayaan seseorang akan terjadinya suatu keajaiban.  Teori ini berkembang menjadi cabang khusus dalam statistika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat abyektif.[15]
            Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam abad pertengahan.  Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim, namun bukan dalam ruang lingkup teori peluang.  Begitu dasar-dasar peluang ini dirumuskan, maka dengan cepat bidang telaahan ini berkembang.[16]
            Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variable yang ditelah dalam suatu populasi tertentu.  Abraham Demoivre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau kekeliruan (theory af error).  Pada tahun 1757 Thomas Simson menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang berlanjut (continuous distribution) dari suatu variable dalam suatu frekuensi yang cukup banyak.  Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep Demoivre dan Simson ini lebih lanjut dan dan menemukan distribusi normal, sebuah konsep yang mungkin paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis statistika di samping teori peluang.  Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal, kemudian ditemukan Francis Galton (1822-1911), dan Karl Pearson (1857-1936).[17]
            Teknik kuadrat terkecil (least squares) simpangan baku dan galat baku untuk rata-rata (the standard error of the mean) dikembangkan Karl Friedrich Gauss (1777-1855).  Pearson melanjutkan konsep-konsep Galton dan mengembangkan konsep rearesi, korelasi, distribusi chi kuadrat ananalis statistika untuk data kualitatif di samping menulis buku The Grammar of Science, sebuah karya klasik dalam filsafat ilmu.  William Searly Gosset yang terkenal dengan nama samaran Student mengembangkan konsep tentang pengambilan contoh.  Disain eksperimen dikembangkan oleh Ronald Alylmer Fisher (1890-1962) di samping analisis varians dan kovarians, distribusi, uji signifikan dan teori perkiraan (theory of estimation).[18]
            Demikianlah, statistika yang relatif sangat muda dibandingkan dengan matematika berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini.  Penelitian ilmiah, baik yang berupa survai maupun eksperimen dilakukan dengan cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang dikembangkan sesuai dengan keutuhan.  Di Indonesia sendiri kegiatan yang sangat meningkat dalam bidang penelitian, baik merupakan kegiatan akademik maupun untuk pengambilan keputusan memberikan momentum yang baik untuk pendidikan statistika.[19]
Pengajaran filsafat ilmu di beberapa perguruan tinggi, terutama pada pendidikan pasca sarjana memberi landasan yang jelas tentang hakekat dan peranan statistika.  Dengan masyarakatnya yang berpikir ilmiah, mungkin tidak terlalu berlebihan apa yang dikatakan oleh H.G. Wells, bahwa suatu hari berpikir statistik akan merupakan keharusan bagi manusia seperti juga pembaca dan penulis.  Asalkan ingat pada banyolan Alexandre Dumas (1824-1895):  Awas-awas lho, semua generalisasi adalah berbahaya, termasuk penyataan ini.[20]
    
C.  Pengertian Statistika
            Istilah statistik[21], dalam bahasa Inggris ditulis statistic, sedangkan statistika, yang dalam bahasa Inggris ditulis statistics (dengan menambahkan huruf s),[22] yaitu   dari suatu penelitian (research) maupun pengamatan (observasi) sering kita memperoleh sekumpulan informasi yang menjelaskan sesuatu masalah.  Sebelum diperoleh informasi maka kita dapatkan bahan mentahnya yang sering disebut data.  Dari data mentah (raw data) ini, kemudian kita melakukan analisis barulah dari hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan.  Tentu saja di dalam proses penarikan kesimpulan ini, perlu diperhatikan bagaimana proses pengumpulan data, proses pengolahannya, dan sebagainya.  Agar kesimpulan  yang ditarik itu benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.  Ini semua ternyata merupakan pengetahuan tersendiri yang dinamakan statistika.[23]
E.  Fungsi Statistika dalam Metode Keilmuan
DAFTAR PUSTAKA


            Dengan demikian statistika adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan serta penganalisisannya, penarikan kesimpulan serta pembuatan keputusan yang cukup beralasan berdasarkan fakta yang ada.[24]
            Ada dua jalan yang ditempuh untuk mempelajari statistika, yaitu statistika teoritis yang  berubungan dengan penurunan sifat-sifat, dalil-dalil, rumus-rumus, menciptakan model-model dan lain sebagainya yang  berkaitan erat dengan segi teorinya.  Untuk mempelajari teori statistika sangat dibutuhkan landasan matematika yang mendalam.  Jalan lain adalah mempelajari statistika dari segi penerapannya, di sini tidak dipersoalkan lagi bagaimana rumus-rumus itu diturunkan, tetapi yang  lebih ditekankan adalah bagaimana cara-cara rumus itu diterapkan.  Singkatnya statistika terapan mempelajari bagaimana  metode statistika diterapkan, walaupun tentu saja pengetahuan tentang teori statistika sama sekali tidak diabaikan hanya saja pengetahuan tentang teori statistika tidak perlu dipelajari secara mendalam.[25]
            Penulis sependapat dengan apa yang telah dikemukakan oleh Jujun S. Suriasumantri perihal pengertian statistika, bahwasanya statistik dan statistika itu bermakna sinonim, karena statistik juga disebut statistika. Hal tersebut disebabkan karena statistik dalam bidang medode ilmiah membutuhkan atau melanjutkan kajian statistika.  Dengan kata lain, jika statistika digunakan sebagai alat analisis data kualitatif,[26] maka terlebih dahulu data kualitatif tersebut dirubah menjadi data kuantitatif[27].

D.  Statistika dan Tahap-tahap Metode Keilmuan
            Menurut Jujun Suriasumantri, statistika bukan merupakan sekumpulan pengetahuan mengenai obyek tertentu, melainkan merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan.   Adapun langkah-langkah yang lazim dipergunakan dalam kegiatan keilmuan yang dapat diperinci sebagai berikut :[28]
1.      Obserfasi. Ilmuan melakukan observasi yang mengenai apa yang terjadi, dia mengumpulkan dan mempelajari fakta yang berhubungan dengan masalah yang sedang diselidikinya, untuk mencari data.[29]
2.      Hipotesis.  Untuk menerangkan fakta yang diobserfasi, dia merumuskan dugaannya dalam sebuah hipotesis, atau teori yang mengambarkan sebuah pola, yang menurut anggapannya, ditemukan dalam data tersebut.
3.      Ramalan.  Dari hipotesis atau teori, maka dikembangkan deduksi.  Deduksi ini, jika teori yang dikemukakan itu memenuhi syarat akan merupakan suatu pengetahuan baru, yang belum diketahui sebelumnya secara empiris, tetapi dideduksikan dari teori.  Nilai dari suatu teori tergantung dari kemampuannya untuk menghasilkan pengetahuan baru tersebut.  Fakta baru ini disebut ramalan, bukan dalam pengertian menujum hari depan, namun menduga apa yang akan terjadi berdasarkan syarat-syarat tertentu.
4.      Pengujian kebenaran.  Ilmuwan lalu mengumpulkan fakta untuk menguji kebenaran ramalan yang dikembangkan dari teori.  Mulai dari tahab ini, maka keseluruhan tahap-tahap sebelumnya berulang seperti sebuah siklus.  
Menurut hemat penulis, langkah yang paling menentukaan kebenaran kesimpulan terletak pada observasi, karena observasi merupakan langkah pencarian data.  Jika dalam langkah ini seseorang tidak tepat atau kurang bahkan sembrono dalam mengumpulkan data, maka kesimpulan yang diambil akan jauh dari kebenaran.  Oleh karena itu, observasi merupakan langkah yang harus selalu diperhatikan.  Sebelum kita beranjak mengakhiri observasi, seseorang harus selalu bertanya, “Sudah benarkah data ini”.

            Statistika memiliki peranan penting dan berguna sekali dalam metode keilmuan, hal itu bisa terwujud apabila sesuai dengan langkah-langkah dan tahapan-tahapan yang telah dirumuskan, sebagaimana telah diterangkan dengan di atas.
            Statistika pada tahap pertama yaitu observasi, dengan statistika dapat menyarankan mengenai apa yang harus diobservasi untuk menarik manfaat yang maksimal serta bagaimana carabya menafsirkan hasil observasi tersebut.[30]
            Selanjutnya, statistika pada tahap kedua, menolong dalam mengklasifikasikan, mengikhtisarkan dan menyajikan hasil observasi dalam bentuk yang dapat difahami dan memudahkan kita dalam mengembangkan hipotesis.[31]
            Kemudian, pada tahab ketiga dan keempat dari metode keilmuan, sebuah hipotesis dianggap telah teruji kebenarannya jika ramalan yang dihasilkan didukung oleh fakta.[32]  























Bagus,  Lorens,  Kamus Filsafat,  Jakarta:  Gramedia Pustaka Utama,  2002,  cet.   ke-3

Beerling,  Dkk.,  Inleiding tot de Wetenschapsleer;  Terjemah,  Yogyakarta:  Tiara Wacana Yogya,  1997,  cet. ke-4   

Gaspersz,  Vincent,   Statistika,  Bandung:  CV. Armindo,  1989,  cet. ke-1

Suriasumantri,  Jujun S.,  Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,  Jakarta:  Pustaka Sinar Harapan,  2000,  cet. ke-13

Suriasumantri,  Jujun,  Ilmu Dalam Perspektif,  Jakarta:  Yayasan Obor Indonesia,  2001),  cet. ke-2

Sudarto,  Metodologi Penelitian filsafat,  Jakarta:  Raja Grafindo Persada,  1997,  cet. ke2

Sudijiono,  Anas,  Statistik Pendidikan,  Jakarta:  Raja Grafindo Persada,  2004,  cet. ke-14

Sudjana,  Metode Statistika untuk Ilmu-ilmu sosial,  Jakarta: Gramedia,  1996,  t.cet

Salim,  Peter,  The Contemporary English-Indonesia  Dictionary,  Jakarta:  Modern English Pres,  1996,  t.cet.

Tafsir,  Ahmad,   Filsafat Umum,  Bandung:  Remaja Rosdakarya,  1998,  cet. ke-6,
[1] Ilmu dalam bahasa Inggris disebut scince, bahasa latin disebut scientia (pengetahuan) atau scive (mengetahui).  Ilmu secara umum menandakan suatu hal tertentu.  Dalam arti sempit, pengetahuan bersifat pasti.  Ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (atau alam obyek) yang sama dan saling berkaitan secara logis.  Lihat;  Lorens Bagus,  Kamus Filsafat,  (Jakarta:  Gramedia Pustaka Utama,  2002),  cet. ke-3,  h.307;  Lihat;    Peter Salim,  The Contemporary English-Indonesia  Dictionary,  (Jakarta:  Modern English Pres,  1996),  t.cet.,  h. 1724
[2] Empiris dalam bahasa Inggris disebut empiric, dalam bahasa Yunani disebut emperia, empeiros, menurut bahasa Latin experiential, yang kesemuanya berarti pengalaman.  Jadi empiris adalah pengetahuan yang berdasarkan pengalaman praktis.  Lihat;    Peter Salim,  op. cit.,  h. 598;  Lihat;  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 197
[3] Menurut bahasa Inggris method, Latin methodus, Yunani, methodos-meta (sesudah di atas) hodos (suatu jalan, suatu cara).  Sedangkan pengertian medode ilmiah adalah, merupakan system konseptual yang bersifat empiris, eksperimen, logikomatematis.  System ini mengatur dan mengaitkan fakta-fakta dalam suatu struktur teori-teori dan inferensi (penyimpulan), juga merupakan istilah kolektif yang menunjukkan bermacam-macam proses dan langkah-langkah yang dilalui berbagai macam ilmu dalam perkembangannya.  Dan metode itu harus sesuai prosedur.  Lebih lanjut lihat;  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 635-650;  Lihat, Jujun S. Suriasumantri,  Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,  (Jakarta:  Pustaka Sinar Harapan,  2000),  cet. ke-13,  h. 119;  Lihat, Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 1167
[4] Beerling,  Dkk.,  Inleiding tot de Wetenschapsleer;  Terjemah,  (Yogyakarta:  Tiara Wacana Yogya,  1997),  cet. ke-4,  H. 27
[5] Hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu hypo (di bawah) dan thihenai (meletakkan).  Jadi fondasi atau pengadaan.  Istilah ini sering dipakai untuk menunjukkan sebuah penjelasan sementara yang tergantung pada derajat konfirmasinya, kelak dapat diterima sebagai sebuah teori atau hokum yang diterima.  Plato menjadikan hipotesis sebagai tangga kebenaran, Aristoteles mengganggap hipotesis sebagai pernyataan yang dapat dibuktikan dengan demontrasi tanpa bukti, tetapi diterima dan digunakan, Descartes menganngap sebagai pernyataan yang tidak diketahui benar atau salah, tetapi titik tolak yang bagus untuk mendeduksikan kesimpulan, Latze menganggap hipotesis sebagai pengisi lubang lagis antara dalil-dalil niscaya danpengalaman, dan masih banyak lagi pendapat-pendapat yang lain.  Akan tetapi hipotesis dulu digunakan sebagai sebuah pernyatan jika-maka.  Dalam arti sempit hipotesis dimaksudkan penalaran dengan bentuk “jika p maka Q, jika Q maka r, jika p maka r.  dalam arti luas, dengan silogisme hipotesis dimaksudkan bentuk penalaran mana saja, yang premis mayornya majemuk, dan premis minornya menganfirmasi atau menegasi (menolak) salah satu bagiannya.   Lihat;  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 292
[6] Jujun S. Suriasumantri,  op. cit.,  h. 215
[7] Logika menurut bahasa Inggris disebut logic, Latin logica, Yunani logike atau lagikos (apa yang termasuk ucapan yang dapat dimengerti atau akal budi yang berfungsi baik, teratur, sistematis, dapat dimengerti)  istilah ini pertama kali digunakan oleh Alexander dari Aphrodisios pada abad ke 2 M.  Lihat;  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 519;  Ahmad Tafsir,  Filsafat Umum,  (Bandung:  Remaja Rosdakarya,  1998),  cet. ke-6,  h. 25;  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 1094
[8] Jujun S. Suriasumantri,  op. cit.,  h. 216
[9] Induktif merupakan perubahan kata dari kata induksi.  Menurut bahasa Inggris induction, dari bahasa latin in (di dalam, ke dalam) dan ducere (mengantar).  Diterjemahkan pertama kali ke dalam basa latin oleh Cicero dari istilah Aristoteles epagage.  Yang memiliki arti penalaran yang berangkat dari hal-hal yang individual ke hal-hal yang universal. Lihat;  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 341;  Lihat,  Sudarto,  Metodologi Penelitian filsafat,  (Jakarta:  Raja Grafindo Persada,  1997),  cet. ke2,  h. 43;  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 958
[10] Deduktif  juga merupakan perubahan kata dari kata deduksi, menurut bahasa Inggris deduction, dari bahasa latin de (dari) dan ducere (mengantar), yang berarti, penalaran yang berangkat dari hal-hal yang bersifat universal ke hal-hal yang bersifat individual. Lihat;  Lorens Bagus op. cit.,  h. 149;  Lihat,  Sudarto,  op. cit.,  h. 43;  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 487
[11] Dalam bahasa Inggris disebut reasoning, Latin ratiscinium.  Ada beberapa pengertian logika, di antaranya:  (1) Proses menarik kelimpulan dari pernyataan-pernyataan.  (2) Pola pemikiran abstrak dalam memecahkan masalah atau tindakan perencanaan.  (3) Kemampuan untuk mengetahui beberapa hal tanpa bantuan langsung persepsi inderawi atau pengalaman langsung.  Jadi penalaran adalah suatu jenis kegiatan yang dapat dibedakan dengan jenis lainnya, seperti mimpi, imajinasi, membayangkan dan lain sebagainya.  Penalaran sendiri ada beberapa bentuk, diantaranya:  Penalaran Diskursif, yaitu, proses penalaran yang bergerak dari premis-premis menuju sebuah kesimpulan. Selanjutnya, penalaran analogis, yaitu  berargumentasi dengan membandingkan kesamaan dan perbedaan antara dua hal.  ;  Lorens Bagus,  op. cit.,  h.794;  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 1590

[12] Kata premis dalam bahasa Inggris disebut premise, Latin praemisus dari praemittere (mengirim dulu atau mengatakan dulu) Pengertian secara umum yaitu, (1) Suatu pernyataan yang pada kenyataannya benar atau yang diandaikan benar, yang digunakan untuk suatu kesimpulan.  (2) Salah satu dari dua pernyataan yang dalam silogisme mengikuti bentuk kategoris standar yang memungkinkan tercapainya suatu kesimpulan.  (3) Suatu pernyataan yang bertindak sebagai dasar bagi suatu argumen atau kesimpulan.  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 288;  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 1476
[13] Jujun S. Suriasumantri,  op. cit.,  h. 217
[14] Ibid.,   h. 213
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid.,  h. 215
[19] Ibid.
[20] Ibid.
[21] Dalam kamus bahasa Inggris akan kita jumpai kata statistics dan kata statistic.  Kata statistics artinya ilmu statistik, sedangkan kata statistic diartikan ukuran yang diperoleh atau berasal dari sample, yaitu sebagai lawan kata dari kata parameter yang berarti ukuran yang diperoleh atau berasal dari populasi.

                Ditinjau dari segi terminologi, dewasa ini (apabila kita membaca atau mendengar) istilah statistik, maka dalam istilah statistik itu dapat terkandung berbagai macam pengertian.
                Pertama, istilah statistik kadang diberi pengertia sebagai data statistik, yaitu kumpulan bahan keterangan yang berupa angka atau bilangan, atau degan istilah lain, statistik adalah deretan atau kumpulan angka yang menunjukkan keteranan mengenai cabang kegiatan hidup tertentu. Termasuk dalam pengertian ini misalnya, statistik penduduk, statistik pertanian, statistik perdagangan, statstik pendidikan, statitik keagamaan, dan sebagainya.  Dalam istilah statistik penduduk misalnya, terkadang pengertian kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka yang berhubungan dengan bidang kependudukan (angka kelahiran, angka perkawinan, angka kematian, angka perpindahan penduduk dan lain-lain).  Dalam istilah statistik terkadang pengertian kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka, yang berkaitan dengan kegiatan di bidang pendidikan (proses belajar mengajar) misalnya kumpulan bahan keterangan mengenai jumlah siswa (dijinjau dari tingkat kelasnya, dijinjau dari segi jenis kelaminnya, ditinjau dari segi status sosial orang tuanya, ditinjau dari segi agama yang dianutnya, dan lain-lain), kumpulan bahan keterangan mengenai hasil belajar yang dicapai oleh anak didik, misalnya kumpulan nilai tes formatif, kumpulan nilai hasil tes sumatif, dan lain-lain.

                Dengan demikian istilah statistik dengan pengertian sebagai data kuantitatif (yang juga disebut data statistik), adalah data angka yang dapt memberikan gambaran mengenai keadaan peristiwa atau kejala tertentu.

                Kedua, istilah statistik sering diberi pengertian sebagai penstatistikan atau kegiatan perstatistikan atau kegiatan undang-undang tentang statistik (lihat undang-undang No. 7 tahun 1960), kegiatan statistik mencakup 4 hal, yaitu: (1) pengumpulan data (data collecting atau collectian of data), (2) penyusunan data (summarizing), (3) pengumumam dan pelaporan data (tabulation and report), dan (4) analisis data(data analizing an analysis of data).  Sebenarnya keempat macam kegiatan di atas dapat kita ringkas menjadi tiga macam saja, yaitu (1) pengumpulan data, (2) menyajian data, (3) penganalisisan data.

                Sehubungan dengan pengertian yang kedua dari istilah statistik itu, maka dalam istilah Biro Pusat Statistik misalnya, terkadang pengertian sebuah biro (istilah untuk salah satu jenis satuan kerja)pada tingkat pusat, mempunyai kegiatan pokok dalam bidang pengumpulan data, penyajian data, dan mpenganalisisan data (dalam hal ini adalah data angka atau data statistik).
                Ketiga, dengan istilah statistik kadang-kadang juga dimaksudkan atau dikandung pengertian sebagai metode statistik, yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun atau mengatur, menyajikan, menganalisis, dan memberikan interprestasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka sedemikian rupa sehingga kumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat berbicara atau dapat memberikan pengertian dan makna tertentu.
                Keempat, istialah statistik dewasa ini juga dapat diberi pengertian sebagai ilmu statistik.  Ilmu statistik tidak lain adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan mengembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan statistik.   Dengan ungkapan lain, ilmu statistik adalah ilmu pengetahuan yang membahas (mempelajari) dan mengembangkan prinsip-prinsip, metode dan prosedur yang perlu ditempuh atai dipergunakan dalam rangka (1) penumpulan data angka, (2) penyusunan atau pengaturan data angka, (3) penyajian atau penggambaran  atau pelukisan data angka, (4) penganalisisan terhadap data angka, (5) penarikan kesimpulan (conclusion), pembuatan perkiraan estimation), serta penyusunan ramalan (prediction) secara ilmiah (dalam hal ini secara matematik) atas dasar kumpulan data angka tersebut.
Berdasarkan tingkat pekerjaannya (tahapan yang ada dalam kegiatan statistik), statistik sebagai ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu (1) Statistik Deskriptif dan (2) Statistik Inferensial
                Statistik Deskriptif yang lazim dikenal pula dengan istilah statistik deduktif, statistik sederhana, dan descriptive statistik, adalah statistik yang tingkat pekerjaannya mencakup cara-cara menghimpun, menusun atau mengatur, mengolah, menyajikan, dan menganalisis data angka, agar dapat memberikan gambaran yang teratur, ringkas, dan jelas mengenai suatu gejala, peristiwa atau keadaan.  Dengan kata lain, statistik deskriptif adalah statistik yang mempunyai tugas mengorganisasi dan menganalisis data angka, agar dapat memberikan gambaran secara teratur, ringkas, dan jelas, mengenai sesuatu gejala, peristiwa atau keadaan, sehingga dapat ditarik pengertian atau makna tertentu.
                Statistik Inferensial, yang lazim dikenal pula dengan istilah statistik induktif, statistik lanjut, statistik mendalam atau Inferensial statistics, adalah statistik yang menyediakan aturan atau cara yang dapat dipergunakan sebagai alat dalam rangka mencoba menarik kesimpulan yang bersifat umum, dan sekumpulan data yang telah disusun dan diolah.  Kecualai itu, statistik inferensial juga menyediakan aturan tertentu dalam rangka penarikan kesimpulan (conclusion), penyususnan atau pembuatan ramalan (prediction), penaksiran (estimation) dan sebagainya.  Dengan demikian statistik inferensial sifatnya lebih mendalam dan merupakan tindak lanjut dari statistik deskriptif.  Statistik deskriptif pada dasarnya merupakan fundamen dari ilmu statistik secara keselurhan, ia merupakan dasar dan tulang punggng dari seluruh struktur ilmu statistik.  Karena itu untuk dapat mempelajari atau memahami statistik inferensial. Seseorang harus lebih dahulu mempelajari statistik deskriptif.
            Pada dasarnya statistik sebagai ilmu pengetahuan memiliki tiga ciri khusus, yaitu :
1. Statistik selalu bekerja dengan angka atau bilangan (dalam hal ini adalah data kuantitatif).  Dengan kata lain untuk dpat melaksanakan tugasnya statistik memerlikan bahan keterangan yang sifatnya kuantitatif.  Sehubungan dengan itu, jika statistik dikehendaki untuk dipergunakan sebagai alat analisis bagi data kualitatif (yaitu bahan keterangan yang tidak terwujut angka atau bilangan), maka terlebih dahulu data kualitatif tersebut harus diubah atau dikonversikan menjadi data kuantitatif.  Proses pengubahan data kualitatif mendaji data kuantitatif itu dikenal dengan istilah proses kuantifikasi.  Contoh: Pandai, cukup dan kurang merupakan bahan keterangan yang bersifat kuantitatif mengenai prestasi belajar siswi.   Untuk dianalisis secara statisti, data kualitatif tersebut harus dikonvermasi secara statistik, data kualitatif tersebut harus dikonvermasi menjadi data kuantitatif. Misalnya, yang disebut siswa pandai adalah mereka yang nilainya 80-100, cukup 60-79, krang 30-59, gagal 0-29.  Atau siswa yang pandai 5 orang, cukup 30 orang, kurang 3 orang dan seterusnya. 
2. Statistik bersifat objektif.  Ini mengandung pengertian bahwa statistik selalu bekerja menurut objeknya, atau bekerja menurut apa aanya.  Kesimpulan yang dihasilkan dan ramalan yang dikemukakan oleh statistik sebagai ilmu pengetahuan semata-mata didasarkan data angka yang dihadapi dan diolah, dan bukan didasarkan pada subjektivitas atau pengaruh luar lainnya.  Itulah sebabnya mengapa statistik sering dikatakan sebagai alat penilai kenyataan. 
3. Statistik bersifat universal.  Ini mengandung pengertian bahwa ruang lingkup atau ruang gerak dan bidang garapan statistik tidaklah sempit.  Statistik dapat digunakan dalam pada hampir semua cabang kegiatan hidup manusia.  Dapat disebutkan di sini misalnya, dalam bidang perekonomian dikenal adanya statistik perdagangan, statistik pertanian dan sebagainya.  dalam bidang kependudukan kita kenal adanya statistik kelahiran, statistik nikah, talak, cerai dan rujuk, statistik kematian, dan sebagainya.  Demikian pula kita mengenal adanya statistik kriminalitas, statistik kecelakaan lalu lintas, statistik psikologi dan pendidikan, dan sebagainya.  Lihat,  Anas Sudijiono, Statistik Pendidikan,  (Jakarta:  Raja Grafindo Persada,  2004),  cet. ke-14,  h. 1-6

[22]Statistika merupakan sekumpulan metode untuk  membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan tertentu.  Bagi orang awam perkataan statistika biasanya membawa konotasi yang samar, bahkan sering sekali sesuatu yang tidak enak, tentang angka-angka.   Pengertian statistik juga merupakan bidang keilmuan yang disebut statistika.   Lihat, Jujun Suriasumantri,  Ilmu Dalam Perspektif,  Jakarta:  Yayasan Obor Indonesia,  2001),  cet. ke-2,  h. 201
[23] Vincent Gaspersz,  Statistika,  (Bandung:  CV. Armindo,  1989),  cet. ke-1,  h. 19
[24]Ibid.,  h. 20
[25] Ibid., h. 19
[26] Kualitatif dalam bahasa Inggris disebut qualitative (berkenaan dengan mutu) atau penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan  dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 1550;  Lebih lanjut lihat,  Sudarto,  op. cit.,  h. 62-76.  Selanjutnya lihat pada footnote nomor 22
[27] Kuantitatif dalam bahasa Inggris disebut quantitative (berkenaan dengan jumlah,ukuran) atau pemeriksaan atau penelitian yang dilakukan untuk menentukan mutu informasi yang berhubungan dengan suatu keputusan dan untuk menentukan pemecahan yang matematis atas keputusan itu.  Lorens Bagus,  op. cit.,  h. 1551;  Lebih lanjut lihat,  Sudarto,  op. cit.,  h. 76-82.  Selanjutnya lihat pada footnote nomor 22
[28] Jujun Suriasumantri,  Ilmu Dalam Perspektif,  (Jakarta:  Yayasan Obor Indonesia,  2001),  cet. ke-2,  h. 203-204
[29] Data adalah keterangan yang dapat memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan atau masalah.  Pada dasarnya setiap kali kita akan membuat keputusan, kita selalu memerlukan keterangan atau data.menejer atau derektur suatu perusahaan baik swasta atau negeri, juga memerlukan data mengenai perusahaannya guna dijadikan landasan yang obyektif di dalam mengembangkan perusahaan yang dipimpinnya.  Data yang diperlukan misalnya data personel, data peralatan, data produksi, data keuangan dan sebaginya.  Data yang diperlukn haruslah data yang benar, karena hal ini sangat menentukan keputusan yang akan diambil.  Data yang salah apabila digunakan untuk membuat keputusan akan menghasilkan keputusan yang tidak tepat, dengan kata lain data yang salah akan menyesatkan.
                Agar tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan kerugian besar, maka data yang baik harus memenuhi persyaratan berikut :
1. Data harus obyektif, artinya sesuai dengan kenyataannya.
2.       Data harus dapat menggambarkan keseluruhan persoalan  (comprehensive), dalam hal ini apabila data tersebut diperoleh berdasarkan penelitian contoh, maka contoh tersebut harus dapat mewakili (representative)
3.       Data yang digunakan sebagai perkiraan parameter harus mempunai galat baku (stndard error) yang kecil.
4.       Data harus tepat waktu (up to date), misalnya data jangan terlalu ketinggalan jauh sebab kejadian-kejadian itu cepat sekali mengalami perubahan berhubungan dengan perkembangan waktu dan teknologi.
5.       Data harus ada hubungan dengan persoalan yang akan dipecahkan, dengan kata lain data harus relevan dengan masalah yang dihadapi.  Misalnya jika masalah yang ingin diketahui, mengapa hasil penjualan barang menurun, maka data yang dianggap relevan untuk dikumpulkan adalah mungkin mutu barang, daya beli, saingan dari barang impor atau barang lain yang sejenis, harga barang itu, biaya advertensi yang berkurang, dan lain sebagainya.

                Data dapat dibagi antara lain :
1.       Menurut sifatnya
a.       Data kualitatif, data ini tidak berbentuk angka.  Misalnya penjualan merosot, produksi meningkat, mutu barang itu baik, para karyawan resah, pasaran tekstil sepi, harga daging mahal, rakyat negara itu makmue, dan lain sebagainya.  Yang kesemuanya tidak dinyatakan dalam angka.
b.       Data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka.  Misalnyamisalnya produksi beras kita tahun ini mencapai 25 juta ton, produksi minyak naik      10 %, karyawan resah hanya 5 %, pendapatan perkapita negara lalu mencapai 19 trilyun, dan sebagainya.  Yang kesemuanya itu dinyatakan dalam angka.
2.       Menurut sumbernya 
a.       Data internal, ialah data yang menggambarkan keadaan dalam suatu organisasi (misalnya suatu perusahaan, departemen, negara).  Data internal suatu perusahaan meliputi data tenaga kerja, data keuangan, data peralatan, data kebutuhan bahan mentah, data produksi, data hasil penjualan, dan lain-lain.  Data internal departemen meliputi data kepegawaian, data peralatan, data keuangan dan lain sebagainya.  Data internal suatu negara meliputi data penduduk, data pendapatan nasional, data investasi, dan lain-lain.  Pada dasarnya data internal meliputi data input output suatu organisasi, sebab suatu organisasi yang dibentuk pasti bertujuan untuk menghasilkan produksi barang atau jasa (output).  Pimpinan suatu organisasi harus mampu mengelola input secara efisien dan efektif untuk mencapai output yang optimum.
b.       Data eksternal, yaitu data yang menggambarkan di luar organisasi. Kehidupan suatu perusahaan misalnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal baik dari dalam maupun dari luar perusahaan tersebut.  Data yang menggambarkan faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi kehidupan perusahaan antara lain daya beli masyarakat, selera masyarakat, saingan dari barang sejenis baik impor maupun produk domestik, perkembangan harga, dan keadaan perekonomian pada umumnya.  Juga kehidupan suatu negara tersebut seperti krisis moneter, krisis enerji, dan lain sebagainya.
Baik data internal maupun eksternal dapat berupa data primer atau sukender.  Data primer ialah data yang dikumpulkan atau diperoleh langsung dari obyeknya, sedangkan data sukender diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, misalnya berupa publikasi-publikasi.
Kemudian, menurut waktu pengumpulannya, ada dua macam yaitu:  Pertama data seksi silang (cross section) ialah data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu untuk menggambarkan keadaan pada waktu tersebut.  Kedua, data deret waktu (time series) ialah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk menggambarkan pertumbuhan atau perkembangan. Lihat,  Vincent Gaspersz,  op, cit.,   h. 20-24;  Lihat, Sudjana,  Metode Statistika untuk Ilmu-ilmu sosial,  (Jakarta: Gramedia,  1996),  t.cet,  h. 18-21

[30] Jujun Suriasumantri,  Ilmu Dalam Perspektif,  op.cit.,  h. 205
[31] Ibid.
[32]Ibid.,  h. 206

No comments:

Post a Comment

Setiap Mencopy artikel mohon meninggalkan pesan yang membagun