20 Sept 2014

LARANGAN MENDATANGI DUKUN DAN AHLI NUJUM




(Penelitian Sanad Hadits)


A.  Pendahuluan
Larangan Mendatangi Dukun dan Ahli Nujum termasuk sifat syirik yang menyekutukan Tuhan, oleh karena itu dukun adalah orang yang mengaku bisa mengetahui hal-hal yang ghaib, seperti mengetahui tempat barang yang hilang atau dicuri dengan cara ghaib, bisa meramal nasib seseorang, mengetahui kejadian yang akan terjadi dan sebagainya.
Sedangkan tukang sihir orang yang melakukan sihir, seperti memisahkan suami istri, membuat seseorang sakit dan sebagainya.  Karena jika hanya mendatangi tanpa mempercayai perdukunan maka ditolak salatnya selama 40 hari 40 malam, jadi barang siapa yang mendatangi dukun atau menanyakan sesuatu kepadanya maka tidak akan diterima sholatnya selama 40 hari 40 malam dan jika telah mempercayainya perkataan dukun maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW.
Karena kata rosulullah dia bukan dari golongan kami, orang yang menentukan nasib sial dan untung berdasarkan tanda-tanda benda, barang atau yang lainnya. Atau bertanya kepada dukun dan mendukuninya, atau menyihir atau menerima sihir untuknya.
Di dalam kata gori dukun atau sihir adalah kata kata gori sihiro adalah santet, pellet, ilmu kekebalan tubuh, gendam, terawangan, susuk bintang dan sebagainya.

B.     Hadits Tentang Larangan Mendatangi Dukun dan Ahli Nujum

Hadits tentang mendatangi dukun dan ahli nujum itu termasuk sifat syirik, sebagian tema pokok kajian setelah ditelusuri secara seksama ditunjukkan oleh al-Mu`jam al-Mufahras li al-Fadz al-Hadits an-Nabawi, dengan menggunakan lafadz “Sa'ma”[1]. Selanjutnya dapat dijumpai pada kitab-kitab sebagaimana akan diterangkan di bawah ini :

1.        Hadits Riwayat Imam Bukhari yang Pertama I[2]
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَنْزِلُ فِي الْعَنَانِ وَهُوَ السَّحَابُ فَتَذْكُرُ الْأَمْرَ قُضِيَ فِي السَّمَاءِ فَتَسْتَرِقُ الشَّيَاطِينُ السَّمْعَ فَتَسْمَعُهُ فَتُوحِيهِ إِلَى الْكُهَّانِ فَيَكْذِبُونَ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ

2.        Hadits Riwayat Imam Bukhari yang Kedua II[3]
حَدَّثَنَا حدلل يزيد عَنْ سعد أَبي هَل لٍ اَنّ اَبَا الأسوء أَخِرهُ عنّ عروة عنّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَاعنّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ الْمَلَائِكَةَ تُحَدَثُ فِي الْعَنَانِ الغَمماَم باالأَمريَكُوْنَ ان الاّرض فمع الثاطي الكمه فَتَقُوْ هَا فِاُذن الكهاَنِ عَمَا تُقرالقارورة فيزيدُون مِائَةَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِم














C.  Analisa Sanad

Hadits tentang bab di atas seluruhnya dari jalur aisyah, yang selanjutnya hadits tersebut diriwayatkan oleh para mutadwin, diantaranya Imam.
Dalam masing-masing mutadwin sebagaimana hadits tersebut, memiliki keragaman jalur sanad dengan perincian sebagai berikut :
1.  Imam Bukhari memiliki dua jalur, jalur Pertama memiliki 7 perawi.
2.  Jalur yang kedua memiliki 5 orang perawi.

Selanjutnya, setelah diadakan penelitian (Takhrij) dari segi sanad pada seluruh jalur dari masing-masing mutadwin, dikhususkan untuk sanad dari jalur Imam Bukhari yang akan dijadikan sebagai penelitian selanjutnya, maka dapat digambarkan dari segi kualitas sanad hadits dari masing-masing urutan perawinya yang terdapat pada tabel di bawah ini:












Tabel Sanad Imam Bukhari
    
 


































D.  I’tibar Sanad Hadits Imam Bukhari

1.  Aisyah[4]
a.  Nama aslinya
  Aisyah bin Abdul Bakri Asodik, Wafat Pada tahun 57 H
b.  Gurunya
Nabi SAW, Abu Bakar, Amir, Hamzah, bin Umar Ai`aslami, Said bin Abi Wakos, Jadawah bin Abi Wahab ai`asdiyah
c.  Muridnya
Siti Aisyah, Umukulsum bin Abu Bakar, Ali bin Haris bin Tupel, Abdullah anak Muhammad bin Abu Bakar Asidik dan Hafsah
d.  Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh

2.  Urwah[5]
a.  Nama aslinya
Urwah bin Jubair bin Awam al-Asyad
Wafat pada tahun 96 H.
b.  Gurunya
Bapak Muhammad bin Urwah, Abdullah
c.  Muridnya
Hisam, Jahli dan Hisab Janri
d.  Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh






3.  Muhammad[6]
a.  Nama aslinya
Muhammad bin Abdurrahman bin Naufal bin Asy`ad Abdul, Ijal at-Asyud
Wafatnya pada tahun 17 H
b.  Gurunya
Urwah, Ali bin Husen, Sulaiman bin Yasar, Amir bin Abdullah bin Jubair Salim
c.  Muridnya
As-Ahri, Yadid bin Kosit, Ibnu Isyak, Malik, Umar bin Haris
d.  Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh

4.  Ibnu Japar[7]
a.  Nama aslinya
Abdullah bin Abi Jabar
Wafatnya pada tahun 96 H.
b.  Gurunya
Abdullah Ibnu Jerej, Ikrimah bin Amir, Umar bin Sa`bah, Abi Sinan, Said bin Sinan Asya`i
c.  Muridnya
Ibnu Muhammad, Ais bin Saodah, Ahmad bin Abdurrahman bin Abdullah bin Sya`id Adas Taki, Abu Muamar, Ismail bin Ibrohim, al-Hadasi, Muhammmad bin Ais bin Toba
  d. Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh 



5.  Lais[8]
a.  Nama aslinya
Lais bin Abdurrohman, al-Fahmi
Wafat bulan sa`ban tahun 75 H.
b.  Gurunya
Ibnu Abi Malik, Yazid bin Abi Habib, Yahya bin Syaid, al-Ansari, Abdu Robi bin Syaid
c.  Muridnya
Syaid, Sueb, Muhammad bin Azlan, Hisan bin Syaid, Ibnu Haniah, Hasbin Hasir
d.  Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh

6.  Mariyam[9]
a.  Nama aslinya
Mariam bin Syaid bin Hakim bin Muhammad bin Salim
Wafat pada tahun 225 H.
b.  Gurunya
Abdullah bin Amir, al-Amri, Ismail, Ibunya Ibrahim, Sulaiman, Sulaiman bin Bilal, Ibrahim bin Suaib, Malik, Lais
c.  Muridnya
Bukhari, Bahwan, al-Husen bin Ali bin Bilal
d.  Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh

7.  Muhammad bin Salam[10]
a.  Nama aslinya
Muhammad bin Salam
Wafat pada tahun 227 H.
b.  Gurunya
Abi Isyak, al-Pajri, Malik bin Idris bin Hasim
c.  Muridnya
Bukhari, Ibrahim bin Muhammad, Abdullah bin Abdurrahman
d. Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh

E.  Ketersambungan Sanad Hadits Imam Bukhari

Sanad yang terdapat pada jalur Imam Bukhari yang telah dianalisis tersebut, dikatakan bahwa : Imam Bukhari yang menerima hadits dari Muhammad bin Salam menggunakan Sikoh dan bentuk “HADATSANA” yang mana seorang perawi menerima hadits dalam bentuk periwayatan yang tergolong metode As-Sima[11], atau seorang perawi yang bertemu dan menerima hadits secara berlangsung dari gurunya.
Oleh karena itu Muhammad bin Salam dan Bukhari terbukti sanadnya bersambung (mempunyai ketersambungan sanad) begitu pula antara muhammad bin salam yang menerima hadits dari Ibnu Maryam bin Syaid dan Lais, yang menerima hadits dari Ibnu Japar semuanya menggunakan sikoh "Hadatsana" sebagaimana uraian yang telah dijelaskan di atas.
Sedangkan Ibnu Maryam bin Syaid yang menerima hadits dari Lais menggunakan sikoh atau bentuk "AN" yaitu seorang perawi bisa dikatakan sanadnya bersambung apabila perawinya "sikoh" dan perawinya juga bertemu langsung dengan perawi lainnya, Ibnu Maryam bin Syaid dan Lais mempunyai kesambungan sanad(sanadnya tidak terputus).
Begitu pula Ibnu Japar yang menerima hadits dari Muhammad bin Abdurohman, yang juga menggunakan siqoh "AN" yang berarti sanadnya bersambung seperti uraian di atas.

F.  Analisa Matan

Larangan Mendatangi Dukun dan ahli Nujum termasuk sifat sirik, إِنذَاللهَ لاَيَغْفِرُ أن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُمَادُونَرذَالِكَ لِمَن يشَآءُ (سورةالنساء : 48)                          
yang artinya : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." Dan dukun juga hukumnya haram dan termasuk dosa besar.
     Jadi barang siapa yang mendatangi dukun dan ahli nujum atau menanyakan sesuatu kepadanya maka tidak akan diterima sholatnya selama 40 hari 40 malam.
ý     Contoh di dalam bahaya perdukunan :
o       Hukumnya haram dan termasuk dosa besar
o       Jika hanya mendatangi tanpa mempercayai maka sama ditolak sholatnya selama 40 hari 40 malam
o       Jika mempercayai perkataan dukun tersebut maka ia telah kafir
ý     Contoh bahaya syirik
1.  Sirik besar adalah menimbulkan bahaya yang sangat besar sekali
وََلوْأَشْرَكُوْ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّاكَانُوْايَعْمَلُونَ(سورةالأنعام:  88)
" seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya gugurlah (lenyaplah) semua amal (saleh yang pernah mereka kerjakan (al-an`aam:88)"
2.  Sirik kecil adalah sesuatu yang dilarang oleh syara yang dapat mengantarkan danmenyebabkan kepada syirik besar, maka hukum syirik itu adalah hukumnya haram

G. Kesimpulan
     Bahwa larangan mendatangi dukun dan ahli nujum termasuk sifat syirik yang menyekutukan Allah jadi kita jangan tertipu oleh sifat-sifat yang diridhoi Allah meskipun mereka mengaku ilmunya diambil dari al-Qur`an atau diwarisi dari para wali.

أُمِرْتُ أنْ أُقْاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُو أنْ لاَإلَهَ إلاَالله وَأنْ محمدًارسول الله وَيَقِيمُوالصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْالزَّكاَةَ فَاإِذَ فَعْلُو ذَلِكَ عَصَمُو مِنِّى ءِمَاعَهُمْ بِحَقِ الإِسْلاَمِ وَحِسَا بُهُم عَلَىالله ( رواه البحاري ومسلم)

Sabda Nabi SAW berkata : "aku diperintahkan untuk menerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Dan kemudian mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, jika semua telah menunaikan semua itu maka darah semua telah dijamin dengan hak Islam dan hisab (amal).












DAFTAR PUSTAKA




Al-Bukhari, Abi Abdillah, Bukhari bi al-hasiyah as-sindi, Bairut : Dar al-Fikr, 1995, t.cet

AN Nawawy, Imam ABu Jakaria Yahya bin Syarif, Riodotus Sholihin, Bandung 1989

Tagrib at-tahdzib, Bairut : Dar al-Fikr, 1995, cet ke-7
Tahzib, Tahzib al imamu hafid al-hajar sk islam
Sihabudin, Abi Padhi Ahmad bin Hajar as Qolani Mutawafa, 852, Bairut : Libion, 1993

Wensick, A.J. al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadhi al-Hadits an-Nabawi, Leyden : Brill, 1985, t.cet

















[1]       A.J. Wensinck, al-Mu`jam al-Mufahras li al-Fadz al-Hadits an-Nabawi, Leyden Brill, 1985, t.cet, Jilid 2, hal 457
[2] Hadits Riwayat I Imam Bukhari, Jilid 2, Bab Badami Kolak, h.3210 dan h.3288, yang artinya :" aisyah r.a berkata; dan beberapa orang bertanya kepada Nabi SAW tentang dukun-dukun, jawab Nabi; mereka bukan apa-apa dan berkata mereka ada kalanya mereka menyeritakan dan terjadi benar, dan Nabi bersabda itu kalimat yang hak dicuri oleh jin maka disampaikan kepada dukun dan ditambah kalimat dusta".
   Riodatus Sholihin, Jilid 2, h.508
[3] Ibnu Hajar, Tahdzib at Tahzib, Jilid 6, h.604
[4]  Takrib, h.869
[5] Ibnu Hajar, Tahdzib At-Tahzib, Jilid 5, H.220
[6] Kitab Takrib,h. 399
[7] Ibnu Hajar, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 5, H.198
[8] Kitab Takhrib, h. 530
[9] Ibnu Hajar, Tahdzib at-tahzib, Jilid 3, H.117
[10] Takhrib, h. 375
[11] Ibnu Hajar, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 4, h. 704

No comments:

Post a Comment

Setiap Mencopy artikel mohon meninggalkan pesan yang membagun