(Penelitian Sanad Hadits)
Larangan Mendatangi Dukun dan
Ahli Nujum termasuk sifat syirik yang menyekutukan Tuhan, oleh karena itu dukun
adalah orang yang mengaku bisa mengetahui hal-hal yang ghaib, seperti
mengetahui tempat barang yang hilang atau dicuri dengan cara ghaib, bisa
meramal nasib seseorang, mengetahui kejadian yang akan terjadi dan sebagainya.
Sedangkan tukang sihir orang yang
melakukan sihir, seperti memisahkan suami istri, membuat seseorang sakit dan
sebagainya. Karena jika hanya mendatangi
tanpa mempercayai perdukunan maka ditolak salatnya selama 40 hari 40 malam,
jadi barang siapa yang mendatangi dukun atau menanyakan sesuatu kepadanya maka
tidak akan diterima sholatnya selama 40 hari 40 malam dan jika telah
mempercayainya perkataan dukun maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan
kepada Muhammad SAW.
Karena kata rosulullah dia bukan
dari golongan kami, orang yang menentukan nasib sial dan untung berdasarkan
tanda-tanda benda, barang atau yang lainnya. Atau bertanya kepada dukun dan
mendukuninya, atau menyihir atau menerima sihir untuknya.
Di dalam kata gori dukun atau
sihir adalah kata kata gori sihiro adalah santet, pellet, ilmu kekebalan tubuh,
gendam, terawangan, susuk bintang dan sebagainya.
B. Hadits Tentang Larangan Mendatangi Dukun dan Ahli Nujum
Hadits tentang mendatangi dukun
dan ahli nujum itu termasuk sifat syirik, sebagian tema pokok kajian setelah
ditelusuri secara seksama ditunjukkan oleh al-Mu`jam al-Mufahras li al-Fadz
al-Hadits an-Nabawi, dengan menggunakan lafadz “Sa'ma”[1]. Selanjutnya
dapat dijumpai pada kitab-kitab sebagaimana akan diterangkan di bawah ini :
1.
Hadits
Riwayat Imam Bukhari yang Pertama I[2]
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا
اللَّيْثُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا سَمِعَتْ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الْمَلَائِكَةَ
تَنْزِلُ فِي الْعَنَانِ وَهُوَ السَّحَابُ فَتَذْكُرُ الْأَمْرَ قُضِيَ فِي
السَّمَاءِ فَتَسْتَرِقُ الشَّيَاطِينُ السَّمْعَ فَتَسْمَعُهُ فَتُوحِيهِ إِلَى
الْكُهَّانِ فَيَكْذِبُونَ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ
2.
Hadits
Riwayat Imam Bukhari yang Kedua II[3]
حَدَّثَنَا حدلل يزيد عَنْ سعد أَبي هَل لٍ اَنّ اَبَا الأسوء
أَخِرهُ عنّ عروة عنّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَاعنّ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ الْمَلَائِكَةَ تُحَدَثُ فِي الْعَنَانِ الغَمماَم
باالأَمريَكُوْنَ ان الاّرض فمع الثاطي الكمه فَتَقُوْ هَا فِاُذن الكهاَنِ عَمَا
تُقرالقارورة فيزيدُون مِائَةَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِم
C. Analisa Sanad
Hadits tentang bab di
atas seluruhnya dari jalur aisyah, yang selanjutnya hadits tersebut
diriwayatkan oleh para mutadwin, diantaranya Imam.
Dalam masing-masing
mutadwin sebagaimana hadits tersebut, memiliki keragaman jalur sanad dengan
perincian sebagai berikut :
1. Imam Bukhari memiliki dua
jalur, jalur Pertama memiliki 7 perawi.
2. Jalur yang kedua memiliki 5
orang perawi.
Selanjutnya,
setelah diadakan penelitian (Takhrij) dari segi sanad pada
seluruh jalur dari masing-masing mutadwin, dikhususkan untuk sanad dari jalur
Imam Bukhari yang akan dijadikan sebagai penelitian selanjutnya, maka dapat
digambarkan dari segi kualitas sanad hadits dari masing-masing urutan perawinya
yang terdapat pada tabel di bawah ini:
Tabel
Sanad Imam Bukhari
D. I’tibar Sanad Hadits Imam Bukhari
1. Aisyah[4]
a. Nama aslinya
Aisyah bin Abdul Bakri Asodik, Wafat Pada
tahun 57 H
b. Gurunya
Nabi SAW, Abu Bakar, Amir,
Hamzah, bin Umar Ai`aslami, Said bin Abi Wakos, Jadawah bin Abi Wahab
ai`asdiyah
c. Muridnya
Siti Aisyah, Umukulsum bin Abu
Bakar, Ali bin Haris bin Tupel, Abdullah anak Muhammad bin Abu Bakar Asidik dan
Hafsah
d. Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh
2. Urwah[5]
a. Nama aslinya
Urwah bin Jubair bin Awam al-Asyad
Wafat pada tahun 96 H.
b. Gurunya
Bapak Muhammad bin Urwah,
Abdullah
c. Muridnya
Hisam, Jahli dan Hisab Janri
d. Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh
3. Muhammad[6]
a. Nama aslinya
Muhammad bin Abdurrahman bin Naufal bin Asy`ad Abdul, Ijal
at-Asyud
Wafatnya pada tahun
17 H
b. Gurunya
Urwah, Ali bin Husen, Sulaiman bin Yasar, Amir bin Abdullah bin
Jubair Salim
c. Muridnya
As-Ahri, Yadid bin Kosit, Ibnu Isyak, Malik, Umar bin Haris
d. Pendapat kritikus haditsnya :
Siqoh
4. Ibnu Japar[7]
a. Nama aslinya
Abdullah bin Abi Jabar
Wafatnya pada tahun 96 H.
b. Gurunya
Abdullah Ibnu
Jerej, Ikrimah bin Amir, Umar bin Sa`bah, Abi Sinan, Said bin Sinan Asya`i
c. Muridnya
Ibnu Muhammad, Ais bin Saodah,
Ahmad bin Abdurrahman bin Abdullah bin Sya`id Adas Taki, Abu Muamar, Ismail bin
Ibrohim, al-Hadasi, Muhammmad bin Ais bin Toba
d. Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh
5. Lais[8]
a. Nama aslinya
Lais bin Abdurrohman, al-Fahmi
Wafat bulan sa`ban tahun 75 H.
b. Gurunya
Ibnu Abi Malik, Yazid bin Abi
Habib, Yahya bin Syaid, al-Ansari, Abdu Robi bin Syaid
c. Muridnya
Syaid, Sueb, Muhammad bin Azlan,
Hisan bin Syaid, Ibnu Haniah, Hasbin Hasir
d. Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh
6. Mariyam[9]
a. Nama aslinya
Mariam bin Syaid bin Hakim bin Muhammad bin Salim
Wafat pada tahun 225 H.
b. Gurunya
Abdullah bin Amir, al-Amri,
Ismail, Ibunya Ibrahim, Sulaiman, Sulaiman bin Bilal, Ibrahim bin Suaib, Malik,
Lais
c. Muridnya
Bukhari, Bahwan, al-Husen bin Ali
bin Bilal
d. Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh
7. Muhammad bin Salam[10]
a. Nama aslinya
Muhammad bin Salam
Wafat pada tahun 227 H.
b. Gurunya
Abi Isyak, al-Pajri, Malik bin
Idris bin Hasim
c. Muridnya
Bukhari, Ibrahim bin Muhammad,
Abdullah bin Abdurrahman
d. Pendapat kritikus haditsnya : Siqoh
E. Ketersambungan Sanad Hadits Imam Bukhari
Sanad
yang terdapat pada jalur Imam Bukhari yang telah dianalisis tersebut, dikatakan
bahwa : Imam Bukhari yang menerima hadits dari Muhammad bin Salam menggunakan Sikoh
dan bentuk “HADATSANA” yang mana seorang perawi menerima hadits
dalam bentuk periwayatan yang tergolong metode As-Sima[11],
atau seorang perawi yang bertemu dan menerima hadits secara berlangsung dari
gurunya.
Oleh karena itu Muhammad bin Salam dan
Bukhari terbukti sanadnya bersambung (mempunyai ketersambungan sanad) begitu
pula antara muhammad bin salam yang menerima hadits dari Ibnu Maryam bin Syaid
dan Lais, yang menerima hadits dari Ibnu Japar semuanya menggunakan sikoh
"Hadatsana" sebagaimana uraian yang telah
dijelaskan di atas.
Sedangkan Ibnu Maryam bin Syaid yang menerima
hadits dari Lais menggunakan sikoh atau bentuk "AN"
yaitu seorang perawi bisa dikatakan sanadnya bersambung apabila perawinya "sikoh"
dan perawinya juga bertemu langsung dengan perawi lainnya, Ibnu Maryam bin
Syaid dan Lais mempunyai kesambungan sanad(sanadnya tidak terputus).
Begitu pula Ibnu
Japar yang menerima hadits dari Muhammad bin Abdurohman, yang juga menggunakan
siqoh "AN" yang berarti sanadnya bersambung seperti uraian di atas.
F. Analisa Matan
Larangan
Mendatangi Dukun dan ahli Nujum termasuk sifat sirik, إِنذَاللهَ
لاَيَغْفِرُ أن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُمَادُونَرذَالِكَ لِمَن يشَآءُ (سورةالنساء
: 48)
yang artinya : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya." Dan dukun juga hukumnya haram dan termasuk dosa besar.
Jadi barang siapa yang mendatangi dukun dan
ahli nujum atau menanyakan sesuatu kepadanya maka tidak akan diterima sholatnya
selama 40 hari 40 malam.
ý
Contoh
di dalam bahaya perdukunan :
o Hukumnya haram dan termasuk
dosa besar
o Jika hanya mendatangi tanpa
mempercayai maka sama ditolak sholatnya selama 40 hari 40 malam
o Jika mempercayai perkataan
dukun tersebut maka ia telah kafir
ý
Contoh
bahaya syirik
1. Sirik besar adalah menimbulkan
bahaya yang sangat besar sekali
وََلوْأَشْرَكُوْ
لَحَبِطَ عَنْهُم مَّاكَانُوْايَعْمَلُونَ(سورةالأنعام: 88)
" seandainya mereka
mempersekutukan Allah, niscaya gugurlah (lenyaplah) semua amal (saleh yang
pernah mereka kerjakan (al-an`aam:88)"
2. Sirik kecil adalah sesuatu yang
dilarang oleh syara yang dapat mengantarkan danmenyebabkan kepada syirik besar,
maka hukum syirik itu adalah hukumnya haram
G. Kesimpulan
Bahwa
larangan mendatangi dukun dan ahli nujum termasuk sifat syirik yang
menyekutukan Allah jadi kita jangan tertipu oleh sifat-sifat yang diridhoi
Allah meskipun mereka mengaku ilmunya diambil dari al-Qur`an atau diwarisi dari
para wali.
أُمِرْتُ
أنْ أُقْاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُو أنْ لاَإلَهَ إلاَالله وَأنْ محمدًارسول
الله وَيَقِيمُوالصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْالزَّكاَةَ فَاإِذَ فَعْلُو ذَلِكَ عَصَمُو
مِنِّى ءِمَاعَهُمْ بِحَقِ الإِسْلاَمِ وَحِسَا بُهُم عَلَىالله (
رواه البحاري ومسلم)
Sabda Nabi SAW berkata :
"aku diperintahkan untuk menerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa
tidak ada tuhan selain Allah. Dan kemudian mereka mendirikan sholat dan
menunaikan zakat, jika semua telah menunaikan semua itu maka darah semua telah
dijamin dengan hak Islam dan hisab (amal).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari, Abi Abdillah,
Bukhari bi al-hasiyah as-sindi, Bairut : Dar al-Fikr, 1995, t.cet
AN Nawawy, Imam ABu Jakaria
Yahya bin Syarif, Riodotus Sholihin, Bandung
1989
Tagrib
at-tahdzib, Bairut : Dar al-Fikr, 1995, cet ke-7
Tahzib,
Tahzib al imamu hafid al-hajar sk islam
Sihabudin, Abi Padhi Ahmad bin
Hajar as Qolani Mutawafa, 852, Bairut : Libion, 1993
Wensick, A.J. al-Mu’jam
al-Mufahras li al-Fadhi al-Hadits an-Nabawi, Leyden
: Brill, 1985, t.cet
[1] A.J.
Wensinck, al-Mu`jam al-Mufahras li al-Fadz al-Hadits an-Nabawi, Leyden Brill,
1985, t.cet, Jilid 2, hal 457
[2] Hadits
Riwayat I Imam Bukhari, Jilid 2, Bab Badami Kolak, h.3210 dan h.3288, yang
artinya :" aisyah r.a berkata; dan beberapa orang bertanya kepada Nabi SAW
tentang dukun-dukun, jawab Nabi; mereka bukan apa-apa dan berkata mereka ada
kalanya mereka menyeritakan dan terjadi benar, dan Nabi bersabda itu kalimat
yang hak dicuri oleh jin maka disampaikan kepada dukun dan ditambah kalimat
dusta".
Riodatus Sholihin, Jilid
2, h.508
[3] Ibnu
Hajar, Tahdzib at Tahzib, Jilid 6, h.604
[4] Takrib, h.869
[5] Ibnu
Hajar, Tahdzib At-Tahzib, Jilid 5, H.220
[6] Kitab
Takrib,h. 399
[7] Ibnu
Hajar, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 5, H.198
[8] Kitab
Takhrib, h. 530
[9] Ibnu
Hajar, Tahdzib at-tahzib, Jilid 3, H.117
[10] Takhrib,
h. 375
[11] Ibnu
Hajar, Tahdzib at-Tahdzib, Jilid 4, h. 704
No comments:
Post a Comment
Setiap Mencopy artikel mohon meninggalkan pesan yang membagun